Pasti
telah bisa kita sadari bahwa tidak ada yang kekal di dunia ini. Banyak orang
yang Allah hadirkan dalam hidup kita, membuat kita mengambil banyak
pembelajaran dan hikmah darinya. Setiap pertemuan pasti akan menemui
perpisahan. Setiap perpisahan pasti menyisakan rasa kehilangan. Namun, apalah
arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak hal saat kehilangan.
Menjadi
Pencerah Nusantara mengajarkan kami banyak hal. Selama separuh perjalanan
pengabdian, begitu banyak pembelajaran yang dapat kami petik dari setiap
periode kehidupan yang kami alami atau saksikan. Kami menyadari betul bahwa
begitu banyak kekurangan dan kelemahan kami sebagai pribadi maupun tim.
Semenjak
kedatangan, Allah menghadapkan kami pada banyak peristiwa yang menguji
ketahanan, kekuatan dan kekompakan tim kami. Adakalanya kami merasa begitu
banyak ujian datang bertubi-tubi. Namun, kami meyakini bahwa setiap ujian yang
kita hadapi, pasti sudah Allah takar sesuai dengan kemampuan kami. Tidak ada
masalah yang tidak bisa diselesaikan. Tidak ada urusan yang tidak ada jalan
keluarnya.
Tinggal
di lokasi penempatan yang belum terjamah listrik dan sinyal mengajarkan kami
banyak hal. Tentang kemandirian, tentang keberanian mengambil keputusan, dan
masih banyak lagi.
Sebagai
tim, hubungan kami tidak sekadar hubungan sebagai mitra kerja/profesi, tetapi
juga hubungan kami sebagai saudara, sebagai keluarga. Teman-teman satu tim-lah
yang menjadi keluarga terdekat selama kami berada di lokasi penempatan.
Masing-masing kami benar-benar merasakan, bagaimana antara teman satu tim
dengan yang lain saling menjaga, saling melengkapi satu sama lain. Jika
mendapati kekurangan, sebisa mungkin yang lain melengkapi. Seperti halnya
jari-jari tangan kita, mengapa ada celah di antaranya, supaya ada jemari lain
yang bisa menggenggam untuk menguatkan.
Menjaga
orang-orang yang kami sayangi dari segala hal yang bisa membahayakan dan
merugikannya adalah sesuatu yang sudah pasti selalu kami lakukan. Bahkan di
saat orang yang kami jaga tidak menjaga
atau bahkan menghasut kami dari belakang. Sebisa mungkin kami tetap menjaganya,
meluruskan banyak pandangan negatif masyarakat tentangnya.
Namun
sekali lagi, kami tidak bisa menuntut bahwa orang yang kami jaga akan menjaga
kami pula. Bahkan, untuk menjaga dirinya sendiri pun ia tidak mampu. Dalam
Islam kami diajarkan, untuk selalu saling menasehati dalam kebenaran. Demikian
pula yang selalu kami lakukan. Akan tetapi, penerimaan orang yang kami nasehati
tidak selalu bisa sesuai yang kami harapkan. Niat hati ingin menasehati, justru
dianggap intervensi.
Jika
sudah demikian, maka kami pun berlepas dengan segala hal yang dilakukan. Juga
berlepas atas segala akibat yang ditimbukan karenanya. Hanya mampu mendo’akan
supaya Allah menjaganya, membukakan pintu hatinya, dan menajamkan perasaannya.
Demikianlah...
akan ada orang-orang yang kita sukai. Ada pula orang-orang yang kita benci.
Hilir mudik dalam kehidupan kita. Namun, mengapa kita harus benci? Sedangkan
kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saja kita tidak membencinya. Toh itu
hati kita sendiri. Kita berkuasa penuh mengaturnya. Kenapa kita tetap
memutuskan membenci? Padahal kita bisa memilih untuk tidak membenci. Boleh jadi
saat kita membenci seseorang, pada saat yang sama kita sedang membenci diri
kita sendiri. Membenci diri kita yang tidak kuasa mencegah hal buruk yang dilakukan
orang yang kita benci, membenci diri kita yang tidak mampu menasehatinya.
Karena itulah, kami selalu berusaha menata hati kami. Membuang jauh kebencian
dari dalam diri kami. Sebab, diri kami berhak atas kedamaian dan ketenteraman
hati.
Menjadi bagian dari Pencerah Nusantara, tentunya
kamipun menjadi bagian dari masyarakat di lokasi dimana kami ditempatkan.
Banyak dinamika dalam kehidupan sosial masyarakat yang kami saksikan dan
rasakan. Setiap tindakan ataupun sikap kami, tentunya merefleksikan nama
Pencerah Nusantara yang selalu menjadi label dimanapun kami berada. Untuk itu,
sebisa mungkin kami berusaha menjaga, jangan sampai ada nila setitik yang
bersumber dari kekhilafan/keinsafan
pribadi menjadi berimbas pada rusaknya susu sebelanga.
Semoga
kami semua, kita semua, semakin pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari
setiap peristiwa yang kita lalui.
Inspired
by Tere Liye dalam novel “Rindu”
~Pencerah Nusa Lindu Batch 3~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar