Sabtu, 06 April 2013

jalur gunung ke wongkodono hingga bincang-bincang dengan Kepala UDD PMI Sulteng



Hari ini adalah hari nyepi. Karena menghargai kerukunan umat beragama, kamipun mengikhlaskan dr.Agung yang beragama hindu untuk pergi merayakan nyepi di Palu. Ternyata  hari ini kami tidak bisa ‘nyepi’ karena ternyata kegiatan hari itu padat banget.

Siang menjelang sore ini berencana membuat stik pisang karena belum makan siang, saat saya dan usman hendak ke warung, tiba-tiba datang  segerombolan ojek membawa tamu, yang ternyata rombongan dr. Mongi, Kepala UDD PMI Sulawesi Tengah, bersamaan dengan itu datang warga yang menjemput kami untuk membantu persalinan di Wongkodono. Belum sempat menjamu dr. mongi masuk ke rumah kami, kami harus segera mencari transportasi ke wongkodono yang ada diseberang danau. Sayapun memohon maaf kepada beliau, dan berjanji akan menemui beliau malam ini di rumah kepala UPTD Lindu,pak maklon di Langko.

Kami langsung berbagi tugas, fitri mempersiapkan peralatan yang akan dibawa. Saya dan usman mencoba menghubungi wongkodono dengan radio panggil di rumah ibu hj patimah, yang ternyata tidak bisa terhubung. Pilihan transportasi ke wongkodono ada 2 cara, lewat air dengan menyebrang danau, yang lebih aman, namun tidak ada yang menjemput di dermaga karena radio panggil tidak menjawab, sehingga kami harus berjalan kaki 3-4 KM yang akan menghabiskan waktu, dan cara lainnya yaitu lewat gunung, yang kami belum pernah jalani namun dengan konsekuensi lebih berbahaya,karena medan jalan yang sangat jelek. Pilihan yang paling mungkin kami pilih adalah lewat gunung, namun tampak mustahil karena yang menjemput hanya 1 motor, hanya fitri dan usman yang bisa ikut, yuk utri standby di rumah bersama bu ida. usman yang tidak tahu kondisi jalan kesana, membuat kami sempat ragu untuk lewat gunung. Tetapi waktu terus bergulir, jalan ke gunungpun kami pilih.


Memilih jalan lewat gunung ini benar-benar luar biasa, jalannya benar-benar kecil, dengan tikungan tajam yang membuat pengendara jatuh ke jurang karena tidak tahu medan. Fitri dan usman beberapa kali terjatuh dari motor. Dengan dipandu warga wongkodono tersebut usman berhati-hati menyusuri jalan, karena tanjakan yang tinggi, yang membuat setengah perjalanan mendorong motor,karena motor tidak kuat mendaki tanjakan yang tinggi. wah benar-benar dasyat dah perjalanannya dibandingkan perjalanan ke dusun sulit lainnya.
mpit mendorong motor yang dibawa usman saat melewati kuala/kali

usman menyebrang kuala, ini jalan masih bagus, jalan jeleknya g sempat difoto, karena takut jatuh



mpit kena lumpur saat mendorong motor yg dibawa usman
melewati pohon Jatuh dengan motor sudah biasa di Lindu


Setelah 2 jam melalui perjalanan sulit, kamipun tiba di wongkodono. Sesampainya di rumah pasien, ternyata bayi baru saja lahir ditolong beramai-ramai oleh warga. Setelah melihat ari-ari/plasenta nya ternyata plasenta tidak utuh, dari pemeriksaan fundus uteri/ rahim masih setinggi pusat pertanda masih ada sisa plasenta. Sisa plasenta pada ibu pasca melahirkan dapat menyebabkam kematian karena perdarahan pasca persalinan. Sisa plasenta diambil hingga bersih, tinggi funduspun berkurang. Perawatan neonatus dan inisiasi menyusui dini dilakukan. Setelah selesai kami meminta warga mencari kapal untuk pulang ke tomado karena tidak berencana menginap dan tidak mungkin pulang lewat gunung lagi, setelah dijamu makan malam,kamipun pulang diantar warga.
menyusuri perjalanan menuju dermaga wongkodono

mpit dan usman terjatuh dari motor,  usman dibantu warga untuk mengangkat motor

jangan lupa pakai jas hujan dan jugle boat saat keluar dari rumah.
dermaga wongkodono, tidak ada penerangan di malam hari selain lampu motor

kapal tidak berlampu, terpaksa motor harus dihidupkan mesinnya  agar menerangi perjalanan menyebrang

pengalaman perdana saat menyebrang danau lindu di malam hari tanpa pelampung pula!


Pukul 20.30 kami tiba di rumah. Saya dan usman bergegas menganti baju langsung berangkat ke rumah pak maklon untuk bertemu dokter mongi.

Sesampainya disana, kami berbincang-bincang dengan dokter mongi. Beliau banyak bercerita tentang pengalamannya menjadi dokter saat lindu masih menggunakan kuda sebagai transportasi, bahkan harus berjalan kaki. Kamipun memperkenalkan diri sebagai Pencerah Nusantara yang sudah 5 bulan tinggal di Lindu. Beliau banyak bercerita masa-masa ketika beliau menjabat sebagai kepala dinas kabupaten donggala, yang dulu memiliki wilayah yang sangat luas yang sekarang sebagian daerahnya sudah menjadi kabupaten sendiri, seperti parigi moutong, sigi, dll. Dalam pertemuan ini kami mengadvokasikan agar seluruh warga lindu bisa diperiksa golongan darahnya, dan kami siap membantu bila harus memeriksakan golongan darah bersama PMI, beliau menyambut baik hal itu, beliau memang berencana merekrut staf puskesmas lindu untuk magang di PMI selama 3 bulan, dan staf yang magang inilah yang nanti bertugas memeriksa golongan darah dan memelakukan kegiatan donor darah di Lindu. Beliau sempat menghitung kebutuhan darah untuk wilayah lindu sekitar 80 kantong darah/tahun. Selama ini setiap kami merujuk pasien dengan indikasi operasi selalu mengajak keluarga kandung pasien untuk ikut bersama pasien tanpa tahu golongan darahnya. Mungkin dimasa yang akan datang warga lindu memiliki kemudahan saat harus mentransfusi darah. 

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 23.00, kamipun pamit pulang.

salam,
dr. Darsuna Mardhiah
Pencerah Nusantara Lindu Batch I

1 komentar:

  1. Luar biasaa.....gak semua orang bisa melewati jalanan rusak kyk gitu
    We're proud to all LINDU TEAM
    Salam sayang kangen tuk semua yang ada disana
    Semoga kalian semua sehat :)

    BalasHapus