3 in 1 dalam artian ketika kita
melakukan sesuatu lebih baik dengan mtode “multi-tasking”
untuk menghemat tenaga dan biaya. Hal itu yang mendasari ide yang tiba-tiba
muncul di sore hari dalam suasana hujan sebelum kami berangkat ke Kanawu. Ya,
kami pergi ke Kanawu salah satu dusun sulit di seberang untuk melakukan
Pusling, Pendampingan Posyandu, imunisasi dan sekaligus pendataan.
Sehari sebelum berangkat kami
tidak lupa siapkan perbekalan obat, vaksin, alat medis, kuisioner, pelampung dan
tidak lupa makanan. Kami harus menyiapkan bekal makanan karena takut dapat bonus
diare saat pulang karena pengalaman saat kondangan lalu pulang langsung diare.
Kami memasak penuh semangat semalaman mulai dari pepes ikan, kering tempe,
sambel terasi sampai lepat pisang juga ada. Kak Una juga tidak lupa menjait
pelampunya yang sobek juga. Kemudian tidak lupa juga kami mengirim surat
pemberitahuan dahulu kepada kepala dusun dan perawat di dusun kanawu. Selain
itu juga koordinasi dengan petugas Puskesmas siapa saja yang bisa ikut.
perlengkapan perang= life vest dan jungle boat |
tim pencerah Nusantara Lindu bersama staf puskesmas Lindu
|
Esok hari kami siap dengan
pakaian tempur kami untuk menyebrang. Namun sebelumnya kami pergi membeli es
batu dahulu untuk vaksin. Seperti biasanya, niat beli namun ternyata gratis
dengan dalih “biar jika mereka sakit ada yang merawat”. Terlihat memang, masih
perlu usaha keras untuk membuat paradigma sehat pada masyarakat di desa.
Kami dan 3 petugas puskesmas
lainnya Agi, Ice dan Kak Ani harus menunggu dulu kapal datang sehingga jam 10
baru bisa berangkat. Kami membutuhkan waktu 45 menit untuk menyebrang ke dusun
sulit tersebut. Saat sampai di dermaga seberang ternyata sungai kecil
penghubung ke daratannya sedang meluap jadi kami harus menggunakan perahu yang
lebih kecil untuk sampai darat. Setelah itu petualangan belum selesai, kami
masih harus jalan 3 km sampai poskesdes.
menikmati penyebrangan sambil foto-foto |
motor di bawa dengan ketinting dari dermaga menuju dusun kanawu bawah |
setelah menggunakan kapal kami harus menaiki ketinting untuk bisa sampai di Kanawu |
Setelah sampai poskesdes kami
membagi 3: di Poskesdes, pendataan dan di kanawu atas. Aku, kak Una dan Ka Ice
kebagian ke kanawu atas yang artinya kami harus bapacal baku ojek (jawa: diunjal
nganggo ojeg) dan cenglu (bonceng telu/bonceng tiga). Kami tetap semangat membara ke kanawu atas.
Sampai di rumah kader kami mlongo, ternyata rumahnya jauh dari bayangan kami.
Sepiii… hanya ada ibu kader yang sedang menyapu bersama anjingnya dan dacin
yang menggantung tertiup angin.
Akhirnya aku dan perawat Sefi
berinisiatif untuk pergi ke Letnan seorang Pastur di gereja dusun untuk
mengumumkan mengenai Posyandu dan imunisasi. Ternyata pastur tersebut sudah
mengumumkannya tadi pagi, namun beliau bersedia membantu mengumumkan lagi
ditambah embel2 dalil dari Injil tentang pentingnya kesehatan. Kami berterima
kasih kepada bapak Letnan dan langsung melancarkan strategi berikutnya. Kami
mengunjungi rumah pintu ke pintu yang mempunyai balita dan ibu hamil bersama
kadernya juga untuk ke Posyandu dan imunisasi.
Sesampainya di rumah kader,
ternyata usaha kami tidak sia-sia para ibu-ibu, balita dan bumil sudah pada
datang. Mari siap buka lapak. Penimbangan dan pengukuran tinggi badan dilakukan
oleh kader dan didampingi oleh saya. Kemudian ice dan kak Una melakukan
pengobatan bagi yang sakit. Setelah itu selesai kami lanjutkan dengan
pemeriksaan ibu hamil.
Kami sempet tercengang juga
dengan pemandangan bumil yang berjejer banyak. Bukan apa, masalahnya dari 13
bumil yang periksa 8 diantaranya risiko tinggi. Sebagian besar adalah karena
umur yang terlalu muda,, bahkan ada umur 14 tahun sudah hamil dan 19 tahun
sudah punya anak 4. Memang begitulah potret keadaan wanita di dusun Kanawu
atas, jika sudah remaja tidak sekolah membebani hidup orang tua maka nikahkan
saja. Pengetahuan kurang, budaya kurang mendukung, diperparah fasilitas yang
kurang, maka mereka tidak melakukan perencanaan yang baik untuk hamil dan
mempunyai anak. Ya, inilah salah satu PR
besar kami di Lindu. PR yang harus banyak belajar kepada banyak guru. Karena
kesehatan tidak mungkin hanya sebatas kotak Puskesmas saja.
posted by:
Ns. Fitri Arkham Fauziah, S.Kep
Tidak ada komentar:
Posting Komentar