Lorong arab adalah tempat tinggal kaum muslim di desa
Tomado, Kecamatan Lindu. Disana ada sebagian yang keturunan arab, sebagian
bugis. Hari jumat minggu pertama diisi dengan mengikuti pengajian di mesjid.
Hari itu yang pergi ke pengajian adalah fitri dan yuk utri. Pengajian disini
tidak membaca alquran atau yasin, tetapi membaca salawat saja yang disebut
“barasanji”.
Hari sabtu di minggu pertama saya, fitri dan yuk utri
menghadiri undangan pernikahan di dusun seberang, dusun kanawu. Karena dermaga
disana digenangi air,maka kami ke kondangan dengan sepatu boot, tentunya kami
membawa sepatu cadangan.
Kami menunggu mempelai pria bersama ibu haji fatimah,
pemilik warung langganan kami di lorong arab dan ibu ida, yang biasa
membersihkan rumah kami.
kami menyebrang dengan menggunakan perahu bersama keluarga
mempelai pria. Waktu tempuh ke dusun seberang biasanya memakan waktu 1 jam,
namun hari itu bisa ditempuh dengan waktu 30 menit hingga 45 menit.
menyebrang dengan kapal ke kanawu
Setelah menempuh waktu 30 menit kami tiba di dermaga.
Sesampai disana, kami harus meneruskan perjalanan dengan perahu ketinting
(perahu kecil) karena kedalaman air semakin berkurang dan kapal tidak bisa
sampai diujung. Perahu ketinting disana tidak didayung tapi menggunakan tenaga
manusia, a.k.a didorong. Yah harus extra hati-hati karena harus menjaga
keseimbangan kalau tidak badan bisa basah karena jatuh. Sesampai disisi dusun
kanawu kami masih harus berjalan digenangan air setinggi dibawah lutut sekitar 500
meter, untung kami menggunakan sepatu boot sehingga celana kami tidak basah.
Setelah basah-basahan, kami harus berjalan di jalan yang becek, hahhaa kami
sudah terbiasa dengan perjalanan becek-becek di lindu. Untung kami tidak perlu
berjalan hingga 3 KM lagi, karena masyarakat disana memanggil pemuda-pemuda
untuk membawa ibu dokter dengan sepeda motor. Yah dikampung dokter sangat
dihargai sekali, bahkan fitri dan yuk utri dikira dokter hahha. Bahkan saat
kami berjalan didermaga,mereka bilang sama orang yang menjalankan perahu
ketinting “hati-hati,jangan sampai dokter terjatuh, nanti tidak ada yang
ngobatin kita”
Sesampai di rumah mempelai wanita, kami dipersilahkan masuk
ke dalam rumah. Pernikahan adat bugis di awali dengan membaca salawat,dan akad
nikah. Uniknya disini, saat mempelai pria masuk ke kamar pengantin harus
membayar sejumlah uang di depan pintu kamar pengantin kepada penjaga pintu.
Setelah akad nikah, Kami pun makan bersama, makanan
dihidangkan dilantai karena kami berada didalam rumah, berbagai macam makanan
dihidangkan, ada kaledo (makanan khas palu), ayam balado, dan es buah. Saya dan
fitri dengan girangnya bisa makan ayam balado,secara setiap hari kami hanya
makan ikan mujaer, dan kami menggila saat ketemu es buah karena di Lindu sayur
dan buah menjadi makanan langka.
Di acara pernikahan ini kami berusaha bersosialisasi dengan
kaum muslim di Lindu. Almost good walau besoknya mbak utri dan fitri sakit
perut, mungkin karena makan kaledo kebanyakan. Atau karena sanitasi dan higiene
disana kurang baik, karena ternyata mereka mencuci daging di kuala (kali kecil
yang dimana terjadi aktifitas mandi, dan BAB masyarakat disana setiap harinya).
Mungkin saya selamat dari diare karena tidak makan kaledo. Yah pelajaran hari
ini bahwa, sanitasi dan higiene di Lindu menjadi tugas yang cukup berat bagi
kami, masyarakat dan pemerintah hadapi
mengingat disini banyak masyarakat yang tidak memiliki jamban keluarga. Ya
Allah semoga ada NGO-NGO yang berminat membantu kami bikin MCK di Lindu :).
Aminnnnn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar